Gaji Pustakawan Sekolah

Lanjutan seri perbincangan Gaji Pustakawan sekolah.

Adi Wiyono: Berhubung saiki aku lagi kerjo nang Bandung, saya akan coba tanya ngalor ngidul gaji pustakawan sekolah disini. Kebetulan ada staf PIK [Pusat Informasi Kompas] disini yang dulu pernah bekerja di perpustakaan. Dia lulusan Unpad. Kurang tau dia punya data lengkap nggak soal gaji teman2 mereka di perpustakaan sekolah di Bandung. Tapi saya coba usahakan sebagai pembanding dengan gaji teman2 pustakawan sekolah di Surabaya.

*a couple time later*

Adi Wiyono: Mas Kukuh, saya mau lapor. Setelah saya bertanya ke temen PIK [Pusat Informasi Kompas] yang dulu pernah kerja di Perpustakaan, saya mengutip beberapa kata-kata mereka. “Gaji untuk yang lulusan D3 ataupun S1 mesti diatas UMK. Karena gaji sebesar UMK atau kurang dari UMK hanya untuk yang lulusan setara SMU yang kebanyakan diterima oleh buruh pabrik”, kata Dhani Arif. Perusahaan swasta ataupun instansi pemerintah tidak berani menggaji mereka yang lulusan D3 atau S1 dibawah atau setara dengan UMK, karena mereka tahu kapasitas tingkat pendidikan calon pegawainya. “Gaji buruh saja sebesar UMK, masa’ lulusan perguruan tinggi mau digaji dibawah UMK”, kata Dhani. “Di ITHB (Institut Teknologi Harapan Bangsa), Bandung, gaji pustakawannya Rp. 1,4 Juta. Tapi itu satu perpustakaan dihandle oleh satu orang saja”, kata Wati, yang pernah bekerja di perpustakaan ITHB. Kalau di STIKES Ahmad Yani, Bandung, gajinya Rp. 1,2 Juta. Dan kalau di Universitas Parahyangan Bandung gajinya Rp. 1,9 Juta.

Kukuh: Terima kasih mas Adi, sudah bisa dijadikan ‘bahan bukti’ bahwa sebenarya yang ‘bermasalah’ adalah para ‘vendor’ di Surabaya yang akan meng-’hire’ lulusan D3 Perpustakaan.

Soalnya aku pernah dengar sekolah yang ada di perumahan Kota Baru Parahyangan [Padalarang] juga memberikan gaji yang lumayan.

Ayo dong…agak jual mahal dikit gak apalah, tapi jangan lupa harus disertai kualitas SDM yang baik lho… Mungkin kalau IPI belum bisa memperjuangkannya, kita bisa minta tolong ke Asosiasi Pekerja Informasi Sekolah Indonesia (APISI) yang kalo nggak salah ketuanya bu Hanna [kolega mas Didik]. Mudah2an di kemudian hari standar gaji di Surabaya untuk pustakawan sekolah yang lulusan D3 Ilmu Perpustakaan dapat meningkat sesuai dengan yang kita harapkan bersama.

Kalau bukan kita yang menghargai diri sendiri, siapa lagi…?!

Djatmiko Trisulo Wibowo: ikutan nimbrug.. memang masalah gaji pustakawan khususnya di surabaya ada yang layak dan juga ada yang memprihatinkan saya katakan memprihatinkan karena masak lulusan perguruan tinggi digaji dibawah UMK ini benar-benar terjadi di perpustakaan sekolah swasta yang cukup punya nama ….(tidak enak menyebut nama) di dekat jalan Indrapura, untuk di perpustakaan sekolah petra golongan 3B masa kerja 16 tahun digaji Rp. 1,3 jt.(masih mendingan), kalau dibandingkan dengan Jakarta jauh….makanya banyak pustakawan sekolah petra yang mreteli alias hijrah untuk mencari lahan pekerjaan baru yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup.

Yanto Supri: betul kata Mas Kukuh, kalau mau harga tinggi, ya jual mahal. Tentu banyak caranya agar bisa dihargai tinggi. Seorang WTS kelas tinggi misalnya, dia akan menjual mahal kepada pelanggannya. Sebab, dia bisa memberikan banyak ”pelayanan”. (Maaf bukan membandingkan WTS dengan pustakawan, itu hanya
percontohan).

Nah, sebagai pustakawan apa yang bisa kita berikan ”lebih” kepada perusahaan? Apakah hanya sekadar kemampuan katalogisasi, indexisasi? Selain itu, promo kita juga masih kurang. Teman2 masih suka bermain opini yang akhirnya ngalor ngidul tanpa arah yang pasti, gonta ganti isu. Suatu hari, ketika ada berita tentang Perpustakaan Kawan Kami (kalau nggak salah di Putat Jaya), saya bertanya-tanya apakah itu yang bina teman2 dari PSTP.

Demikian juga ketika ada program Taman Membaca dari Depdiknas, saya juga bertanya apakah ini perjuangan dari teman2 pustakawan atau pakar pendidikan? Seharusnya, program semacam ini adalah peluang bagi pustakawan atau minimal calon pustakawan. Kalau kita bisa memanage dari sekadar ”taman baca” menjadi teman kreativitas, tentu kita akan dikenang. Ujung-ujungnya penghargaan kepada kita akan mengalir. Demikian juga kalau kita berjuang all out, misalnya untuk mengegolkan mulai dari perda hingga UU tentang pustakawan, saya yakin tenaga kita akan dipakai di setiap sekolah negeri yang ada di negeri ini. Itu berarti kita dapat jadi PNS semua (kalo mau) Tentu itu butuh perjuangan keras, persamaan persepsi bukan hanya dari kita2, tapi juga beberapa ”suhu” pustakawan.

Post a Comment

Previous Post Next Post